Kamis, Februari 28, 2008

MARILAH SHALAT

... dan kebahagiaanku adalah shalat. (Al-Hadits)


Shalat. Lima kali dalam sehari semalam. Jika kita berani jujur dan pandai berhitung, maka 24 jam dari seluruh kegiatan hidup kita sehari-hari, waktu yang dibutuhkan untuk ibadah ini hanyalah sedikit. Ibadah ini tak perlu begitu banyak menyita waktu. Selain itu, tidaklah terlalu sulit untuk menemukan ruangan yang pas untuk menjalankannya.

Ironisnya, kebanyakan dari kita tetap konsisten untuk mengabaikannya. Walaupun pada akhirnya -- alhamdulillah -- kita mau menjalankannya, lebih sering kita melakukan ibadah ritual ini dengan penuh rasa keterpaksaan. Mirip tawanan perang usai kalah dalam sebuah pertempuran. Jiwa dan raga kita tak menyatu. Hanya tinggal badan saja, sementara nyawa kita melayang-layang entah kemana. Sedikit saja diantara kita yang menyambut panggilan adzan dengan senyum kemenangan dan diliputi perasaan bahagia yang tiada terkira.

Banyak dari kita yang meninggalkan shalat. Tapi, penulis yakin, walaupun kita sering tinggalkan ibadah ini, tidaklah terbersit dalam dalam benak kita untuk terang-terangan menentang perintah Allah SWT, tak mau mengikuti teladan suci Nabi Muhammad SAW, apalagi keinginan untuk membenci ajaran agama kita sendiri (naudzu bilah min dzalik). Umat Islam tetaplah menempatkan ibadah shalat pada posisi yang tinggi, sebagai cermin kesucian diri dan bukti dari kemantapan iman seseorang. Jadi, alasan utama dari umat kita yang meninggalkan shalat hanyalah semata-mata karena kemalasan.

Adalah amat sulit, dan hampir-hampir tidak mungkin, kita mampu mengungkapkan dengan bahasa amat berjiwa sekalipun, bahwa shalat itu amat bermanfaat bagi orang yang melakukannya secara tertib dan teratur.

Kepercayaan kita akan Kasih Sayang Allah SWT tidaklah akan cukup berpengaruh pada tindak dan laku kita, apabila kita tidak meyakini dari bahwa Allah SWT adalah Maha Mengetahui segala sesuatu, seluruh perbuatan kita sampai yang sekecil-kecilnya, bahkan yang terdetik dalam hati. Keyakinan akan Kemahasucian Allah tidak akan mengakar dalam jiwa, kecuali jika kita juga meyakini bahwa Allah sangat membenci segala dosa, perbuatan keji, maksiat dan munkar; dan hanyalah dengan kesucian hati dan kebaikan amal kita mampu menghampiri Allah.

Adalah hanya apabila kita dapat mencurahkan rasa hati kepada Pencipta kita, mengungkapkan pujian yang memuncak tinggi dan kerinduan yang membakar jiwa, maka kasih sayang Allah yang tak pernah kering-keringnya itu baru akan berpengaruh pada tindak dan laku kita.

Shalat bukanlah ibadah ritual yang bertujuan untuk meredakan amarah dewa-dewa yang sedang mangamuk. Bukan juga perintah dari para thagut yang gila hormat. Ia juga bukan pula ingin menjadikan kita bagai seorang pertapa yang melarikan diri dari kebisingan dunia. Shalat bertujuan semata-mata hanyalah untuk kebaikan bagi orang yang mendirikannya sendiri.


Marilah Shalat, Marilah mencapai Kebahagiaan
(Haya Alas Shalah, Haya Alal Falah)


Wallahu a'lam bishawab
(sebagian dikutip dari buku Marilah Shalat karya M. Natsir)

Tidak ada komentar: