Minggu, Januari 27, 2008

27 JANUARI 2008 pukul 13:10

Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun

Soeharto, mantan Presiden Republik Indonesia ke -2, wafat dalam usia 87 tahun (1921-2008). Semoga Allah SWT menerima amalnya, menghapus kesalahannya dan dimasukkan di tempat yang semestinya. Amin.

Kamis, Januari 10, 2008

IN MEMORIUM: MEDIA MASSA

Selamat Tahun Baru 1429 Hijrah. Kalimat ini masih asing terucapkan masyarakat kita di Indonesia. Ironis memang. Padahal, kita seringkali membanggakan umat Islam yang hampir mencapai 90% dari populasi penduduknya ini. Sebuah kejumawaan yang nyaris tanpa makna. Perasaan bangga ini bukan lahir dari kesadaran sejarah dan kemantapan iman. Ia muncul dari kegelapan malam dan datang secara mengendap-endap akibat rasa inferioritas (rendah diri alias minder) umat kita atas peradaban dunia kontemporer (baca: budaya Barat) .

Budaya Barat -- awas, jangan dicampuradukkan dengan ilmu & teknologi yang sejatinya netral -- adalah sebuah Penjajahan jilid II. Sukarno dulu menamakannya Nekolim (neo kolonialisme & imperialisme), di jaman sekarang kita sering sebut sebagai neo liberalisasi. Budaya ini sering berkamuflase sebagai modernisasi. Bagai virus HIV, ia menyuntikkan racun-racun berupa: tata nilai yang amburadul, gaya hidup hedonis, konsumtivisme yang memabukkan dan menciptakan ilusi-ilusi kosmetika tentang kebahagian manusia di dalam dunia materialistis.

Perlahan tapi pasti racun-racun tersebut menjalar ke dalam budaya kita dan mengalami amplifikasi yang teramat dahsyat melalui sebuah instrumen yang memiliki penetrasi yang luar biasa ke dalam benak dan alam pikiran manusia. Alat itu bernama: Media Massa.

Media cetak (koran, majalah dan tabloid) mengantarkan budaya Barat dalam tataran kognisi (kesadaran dan pengetahuan baru). Radio membisikkan kita pada pola verbal kita dalam sebuah konformitas dan trend. Sedangkan Televisi perannya tetap sebagai Guru Besar yang menentukan opini, kebahagiaan, selera dan kepribadian kita di masa kini dan nanti.

Di Indonesia, Media Massa nyaris tanpa terkontrol perangainya. Teori Komunikasi Massa tentang konsep Filter dan Gatekeeper tidak laku di negara Pancasila ini. Hanya mungkin FPI saja yang pernah sekali-dua kali berperan. Tapi ternyata 'rating' mereka kurang baik, maka sayup-sayup menghilang lagi. Maka wajar di surat kabar, mudah kita temukan iklan tentang pelet, susuk, pesugihan, pemburu hantu, layanan seks online, bahkan transfer janin. Di televisi ada gosip2 sampah, tayangan kriminalitas, haus darah, seks dan sinetron-sinetron melodrama rombengan yang isi skenarionya naudzubillah min dzalik.

Inilah wajah Media Massa kita. Memang, dengan sangat mudah bisa saja ada yang bilang: "Kalau nggak suka acaranya, ya ganti saluran aja.." Mereka ini makhluk-makhluk aneh. Jika ada seseorang seorang wanita cantik yang berkeliaran di mall dengan bertelanjang badan, apakah kita akan bilang: "Kalau nggak suka melihatnya, ya buang muka aja". Jadi siapa yang gila sebenarnya?

Makin lama keadaan jiwa kita yang kering-kerontang akan semakin tanpa nyawa. Janganlah kita abaikan ini semua. Jika tidak, pada akhirnya kita hanya bisa bernostalgia bahwa di masa lalu pernah ada tayangan-tayangan bermutu. Ini bukan mimpi sekejap, tapi kita memang dalam keadaan sakit keras. Jika kita tidak berjuang sendiri maka tak akan ada jaminan selamat. Memberontaklah!!